Home / Budaya / Hari Wayang Nasional: Cita-Cita Buat Kembali Diperhatikan

Hari Wayang Nasional: Cita-Cita Buat Kembali Diperhatikan

Wayang golekPagelaran wayang golek oleh dalang Dadan Sunandar Sunarya di Lapangan Parkir ATM, Universitas Pendidikan Indonesia. Jumat (25/10/2024). Foto: Syifa/detikJabar

Bandung

Setiap tanggal 7 November, Indonesia memperingati Hari Wayang Nasional. Pada tahun 2024, perayaan ini jatuh pada hari Kamis. Penetapan Hari Wayang Nasional menjadi perayaan bagi semua penduduk buat senantiasa mengembangkan kepedulian terhadap wayang di zaman terbaru ini.

Hari Wayang Nasional menjadi bentuk impian serta apresiasi bagi semua masyarakat, utamanya para seniman di bidang pewayangan yang senantiasa menjaga dan melestarikan kesenian tradisional ini.

 

Baca juga: Mengenal Tari Taichi Kipas, Seni Bela Diri yg Bawa Kebugaran

 

Wayang merupakan salah sesuatu pertunjukan tradisional yang terkenal di Indonesia. Umumnya pagelaran wayang membawakan kisah klasik menyerupai Baratayuda. Menurut KBBI, wayang didefinisikan selaku boneka tiruan orang yang yang dibikin dari pahatan kulit atau kayu yg dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya), biasanya dimainkan oleh seorang dalang.

Lalu, apa asal undangan dari ditetapkannya Hari Wayang Nasional? Bagaimana kondisi pewayangan di provinsi Jawa Barat dikala ini? Simak informasi berikut ini.

Asal Usul Hari Wayang Nasional

Wayang merupakan salah satu aset budaya Indonesia yang mesti dijaga. Pemerintah Indonesia dan Malaysia pernah mengalami ketegangan pada permulaan tahun 2000-an. Hal ini disebabkan oleh Malaysia yg menyodorkan bahwa mereka ingin mengklaim wayang selaku penggalan dari budayanya.

 

Tentu hal tersebut memperoleh kontradiksi dari pihak Indonesia, sehingga pihak Indonesia secepatnya mendaftarkan wayang selaku budaya Indonesia. Pada 7 November 2003, UNESCO kesannya menentukan wayang selaku warisan budaya Indonesia. Saat itu Indonesia diwakili oleh Ki Manteb Sudharsana di Paris. Hal itu menjadi permulaan dari penerapan Hari Wayang Global.

Meski begitu, beberapa pihak dari Indonesia ingin adanya penetapan hari wayang di lingkup nasional. Hingga akhirnya, lewat Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2018, Joko Widodo yang kala itu menjabat selaku presiden resmikan tanggal 7 November selaku Hari Wayang Nasional.

Saat itu Kepala Negara Jokowi menandatangani Keputusan Kepala Negara ini di Istana Merdeka, pribadi di hadapan perwakilan budayawan dan seniman. Hari Wayang Nasional memastikan pentingnya wayang selaku penggalan budaya Indonesia.

Penetapan Hari Wayang Nasional juga disokong oleh keputusan UNESCO yg menentukan wayang selaku Masterpiece of the Berkaitan dengan mulut and Intangible Heritage of Humanity pada 7 November 2003. Wayang juga masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO per tanggal 4 November 2008, klasifikasi Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul ‘The Wayang Puppet Theater’.

 

Deretan wayang golek yang diperjualbelikan di program pagelaran wayang golek Dadan Sunandar Sunarya, Universitas Pendidikan Indonesia. Jumat (25/10/2024).Deretan wayang golek yang diperjualbelikan di program pagelaran wayang golek Dadan Sunandar Sunarya, Universitas Pendidikan Indonesia. Jumat (25/10/2024). Foto: Jadid/detikJabar

 

Sejarah Wayang di Jawa Barat

Spesifik di Jawa Barat, masuk dan menyebarnya wayang selaku kesenian yang tetap eksis hingga dikala ini, tidak lepas dari upaya perpanjangan tangan penyebaran dakwah agama Islam yang tiba dari arah timur daerah Jawa Barat, yaitu Jawa Tengah. Ki Darman selaku orang yang pertama kali menjinjing kesenian ini ke Jawa Barat, menyerap dan mempraktikkan apa yg sudah ditangani oleh para wali dan leluhurnya dengan menyebabkan wayang selaku alat, atau media dakwah di tanah kelahirannya di Kota Tegal, Jawa Tengah.

Pada mulanya, wayang yang dibawanya pun merupakan wayang kulit yg memang identik berasal dari Jawa Tengah. Berdasarkan namanya, kata ‘wayang’ dipercayai berasal dari kata ‘bayang”. Penamaan tersebut diyakini timbul dari cara memainkan wayang yang menggunakan bayangannya selaku penggambaran cerita.

Seiring berjalannya waktu, setelah memasuki daerah Jawa Barat dan mengalami beberapa kemajuan guna menyesuaikan budaya dan tradisi yg ada di Jawa Barat itu sendiri. Wayang kulit yg semula dibawa oleh Ki Darman pun semakin mengalami proses kreativitas gres sehingga kesannya timbul wayang berupa tiga dimensi dengan busana lengkapnya yg dikala ini kalian sebut selaku wayang golek.

Rentetan insiden sejarah ini disokong oleh pernyataan dari Lili Suparli yg telah cukup usang mengkaji sejarah dan kesenian wayang, sekaligus merupakan salah sesuatu dosen dari Institut Seni Budaya Indonesia, yg terletak di Kota Bandung. Menurutnya, proses persebaran dan hadirnya wayang golek di Jawa Barat sendiri secara sejarah tidak lepas dari perjalanan wayang secara umum. Bahkan, sebelum wayang dijadikan selaku alat dakwah atau penyebaran pedoman Islam oleh para wali, perjalanan sejarah wayang sendiri sudah ada untuk waktu yang sungguh lama.

“Makannya disebut selaku kesenian yg tertua, ya lantaran perjalanannya itu. Sampai kini banyak jenis-macam wayang juga, selain dari wayang kulit yg kami kenal di Jawa Tengah, kemudian di Sunda ada wayang golek, dahulu juga ada yang disebut wayang beber, ada wayang klitik, ada wayang lilingong dan banyak hal,” ungkap Lili, Minggu (27/10/2024).

Dari banyaknya macam kesenian wayang tersebut, wayang golek memiliki kekhasan yg berlainan dengan jenis wayang yang yang lain serta memiliki nilai yang cukup identik dengan Jawa Barat atau kebudayaan Sunda pada umumnya. Salah satu yang identik selain rupa dan bahasanya, merupakan lakon yang dibawakan. Sebagaimana memang yang ditujukan juga sedari permulaan selaku pertunjukan yg menggambarkan kehidupan manusia, lakon-lakon khas yang ada dalam wayang golek merupakan lakon yang timbul dari kehidupan sehari-hari penduduk Jawa Barat.

Adanya lakon-lakon yang terasa bersahabat dengan kehidupan sehari-hari penduduk Jawa Barat ini, menyebabkan proses penyebaran kesenian wayang golek sanggup dengan cukup cepat mendapat tempat dan menyebar di dalam pementasan-pementasan atau perayaan hari tertentu di tempat Jawa Barat. Hal tersebut dikarenakan penduduk yg menyaksikan pagelarannya sanggup merasa terwakili dengan apa yg mencoba disampaikan, dan digambarkan oleh dalang dalam jagat wayangnya.

“Persoalan wayang, lantaran ini selaku citra manusia, citra sikap manusia, bukan lagi perkara bagaimana wayangnya yang mempengaruhi, tetapi lantaran di manusianya sendiri itu telah tersedia apa yg telah dibilang oleh wayang, diceritakan oleh wayang,” terang Lili lebih lanjut.

Sehingga dengan proses penggambaran tersebut, wayang pun dengan sendirinya sanggup menyesuaikan dirinya sendiri dengan kondisi dan budaya di banyak tempat baru, salah satunya di tatar Sunda, Jawa Barat.

Kondisi Regenerasi Pelaku Kesenian Wayang

Wayang golek menjadi salah sesuatu kesenian khas Jawa Barat yang menyuguhkan pertunjukkan drama tradisional. Wayang dan dalang memiliki kaitan erat dalam suatu pagelaran. Dalang memiliki kiprah penting di antaranya memimpin jalannya pagelaran, menyodorkan cerita, hingga menentukan alur dongeng sesuai keperluan pagelaran.

Jawa Barat melahirkan banyak dalang dari berbakat, salah satunya merupakan Khanha Ade Kosasih Sunarya (21) seorang dalang muda dari Giri Harja Dua Putu. Nama tersebut diambil dari nama leluhurnya, Ia merupakan cucu dari maestro wayang golek Ade Kosasih Sunarya. Faktor keturunan menjadi argumentasi utama Khanha mengawali perjalanannya menjadi seorang dalang.

Ia mengawali tampilan pertamanya dikala usia 9 tahun. Sepanjang kariernya, Ia telah tampil di banyak sekali tempat Indonesia, hingga mancanegara menyerupai Jepang. Saat proses belajar, kakawen menjadi salah satu teknik yg menyibukkan untuk Ia pelajari. Kakawen merupakan nyanyian dalang yang memakai bahasa kawi (Sunda kuno), biasanya digunakan dikala pergeseran adegan dikala tokoh gres masuk.

Baginya, wayang bukan cuma sekadar hiburan, namun juga menghidupi orang dengan menciptakan duit hasil dari kesenian wayang. “Wayang juga selaku kehidupan yang menghidupi orang yg hidup. Saat pagelaran wayang, ada 50 kru yg saya bawa ke lokasi, yg memang sehari-harinya itu menciptakan duit hasil dari kesenian wayang,” ujar Khanha, Sabtu (26/10/2024).

Selain itu, Diynan Prayuga Sutisna (20), orang muda yang berkembang dalam keluarga seni, namun bukan keturunan dalang. Saat kelas 5 SD, Ia menyaksikan pagelaran wayang Golek dari Asep Sunandar Sunarya. Di sanalah Ia ingin mendalami kesenian wayang, khususnya dalang.

Ayahnya merupakan pemain kecapi yang mengiringi dalang Adhi Konthea, Ia memperkenalkan Diynan dan membawanya berguru pribadi terhadap dalang tersebut. Saat ini, Diynan telah memiliki tim wayang sendiri berjulukan Dangiang Giri Mustika. Selama merintis menjadi seorang dalang, banyak sekali kesusahan dihadapi oleh Diynan.

“Kesulitan dalam mencar ilmu mendalang itu mungkin mencari inspirasi, materi apa yg mau disuguhkan terhadap audiens. Apalagi di umur Diynan yg waktu itu belum paham betul tentang wayang,” kata Diynan, Jumat (25/10/2024).

Terkait penonton pagelaran wayang golek, kedua dalang ini menyaksikan lebih banyak didominasi penonton berasal dari kelompok orang tua, namun minat anak muda mulai meningkat berkat media sosial. Regenerasi dalang terlihat menjanjikan, lantaran tingginya minat anak muda di dunia pewayangan, serta datangnya penerus yang berasal dari keturunan dalang.

Sayangnya, pengrajin wayang menyerupai Riki Kartawiyoga (38) justru menghadapi tantangan dalam regenerasi. Pengrajin wayang yang berasal Desa Jelekong dengan nama kerja keras Girilaya Wayang Golek, sukses menjual wayangnya hingga luar negeri, menyerupai Amerika dan Australia.

Riki menyampaikan, tingginya peminat wayang tidak sejalan dengan pertumbuhan jumlah pengrajin. Generasi muda condong terpesona mendalami dalang dan karawitan. Realita ini menjadi kesusahan bagi regenerasi pengrajin. Ia berharap semakin marak pengrajin gres yg mau belajar. Riki menyodorkan pandangannya tentang aspek yg menyusahkan kemajuan pengrajin wayang.

“Bikin wayang itu belajarnya lama, bisa tahunan. Banyak yang nyoba mencar ilmu dan kesannya tidak betah, bosan gitu. Kaprikornus ya penggemarnya banyak, namun pengrajin malah sedikit,” ujar Riki, Sabtu (26/10/2024).

 

Wayang golekBeberapa siswa dan siswi Sekolah Menengah Pertama YAS mengikuti kesibukan ektrakurikuler menciptakan wayang di salah sesuatu ruang yang terletak di Sekolah Menengah Pertama YAS, Kota Bandung. Rabu (23/10/2024). Foto: Foto: Syifa/detikJabar

 

Regenerasi Kesenian Wayang dalam Pendidikan di Jawa Barat

Dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah dan tidak terhindarkan, pendidikan timbul selaku salah sesuatu pilar utama dalam melestarikan seni wayang lewat regenerasi yang tak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menanamkan nilai luhur pada generasi muda.

SMP Yayasan Atikan Sunda, contohnya, menjaga ekstrakurikuler ukir wayang selaku ajang mengenalkan budaya Sunda sekaligus mendidik siswa mengenai watak dan keterampilan. Tresna, pembimbing ekskul, menekankan bahwa kemampuan tanpa watak akan hampa, menyebabkan ukir wayang selaku media buat membentuk abjad siswa. “Sebanyak apapun ilmu yang dimiliki, watak mesti lebih dikedepankan. Saya ingin siswa tidak hanya terampil, namun juga memiliki sikap yang bagus dan menghargai budaya mereka,” ungkapnya dikala dijumpai pada Rabu (23/10/2024).

Tak hanya di tingkat sekolah, regenerasi ini bisa didapati di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Diynan, mahasiswa UPI yang juga dalang muda, menggunakan seni wayang buat mengasah kepemimpinan dan kesanggupan mengatakan di depan publik. “Menjadi dalang, aku mencar ilmu bagaimana memimpin pertunjukan yg menawan di depan banyak orang. Ini melatih keberanian dan kepedean (kepercayaan diri),” ungkapnya pada detikJabar, Jumat (25/10/2024).

Sementara di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), mahasiswa didorong untuk merawat pakem tradisional sekaligus berinovasi, menyerupai memodernisasi tata panggung. Lili Suparli, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan di Fakultas Seni Pertunjukan ISBI memastikan pentingnya menjaga kewibawaan dalang dan nilai watak dalam pertunjukan. “Sekarang banyak dalang yang malah membiarkan orang-orang naik ke panggung dan bangun di belakang dalang, bahkan mengusik pertunjukan dengan memberi duit dikala program berlangsung. Ini menghancurkan kewibawaan dalang,” jelasnya.

 

Baca juga: Kemeriahan Tradisi Nadran Tiga Kampung Nelayan di Cirebon

 

Di segi lain ada Sosok Khanha Sandika, mahasiswa Unpad sekaligus dalang muda, menyodorkan upayanya dalam mengenalkan wayang lewat platform digital. Berkat sokongan keluarganya, ia mempersembahkan wayang dalam bungkus terbaru di media sosial, menjembatani warisan budaya dengan selera generasi milenial.

Sementara itu, Ali Brata Sena, mahasiswa Seni Karawitan ISBI, menyinari pentingnya menumbuhkan kecintaan sejati pada wayang tanpa pamrih. Ia berharap pemerintah dan sekolah lebih banyak mengintegrasikan seni tradisional dalam kurikulum, merencanakan generasi penerus yang menyayangi budayanya sejak dini. “Kalau sejak kecil telah dikenalkan, setidaknya ada apresiasi, meskipun tidak semua akan menjadi dalang, tetapi pengertian dan kecintaan mereka pada wayang mulai tetap ada,” tuturnya, Sabtu (19/10/2024).

Bukan hanya sekadar pelestarian, regenerasi kesenian wayang dalam dunia pendidikan merupakan salah satu ikhtiar besar dalam menjaga identitas bangsa. Dengan adanya kerja sama dari banyak sekali institusi ini, menjadi tumpuan kasatmata bahwa pendidikan merupakan salah satu benteng terkuat bagi menjaga budaya di tengah arus modernitas yg semakin melenyapkan batas-batas budaya.

hari wayang nasionalbudaya indonesiawayangregenerasi dalangwayang golekunescokesenian tradisionalwayang golek sundabudaya sundabudaya jabarberita jabarjawa barat

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *