
Jakarta –
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan masih ada jarak (gap) yang besar antara industri keuangan syariah dan industri keuangan konvensional di Indonesia. Hal itu dikarenakan adanya tantangan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
“Masih terdapat tantangan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang membuat masih besarnya gap dengan industri keuangan konvensional,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara dalam aktivitas tahunan Ijtima’ Sanawi ke-19 di Grand Sahid Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Berdasarkan catatannya, aset keuangan syariah meraih Rp 2.450,55 triliun per Juni 2023. Jumlah itu berkembang 13,3% secara tahunan (year on year), tetapi market share gres 10,94% kepada total keuangan nasional.
Baca juga: OJK Catat Aset Keuangan Syariah Capai Rp 2.450 Triliun |
Mirza menyampaikan setidaknya ada lima tantangan yang terjadi menyoal adanya jarak tersebut. Tantangan tersebut yakni pangsa pasar relatif masih rendah di kisaran 11%, sampai rendahnya literasi keuangan syariah yang berefek pada terbatasnya laju inklusi keuangan syariah.
“Tantangan ketiga terbatasnya diferensiasi versi bisnis/produk keuangan syariah, keempat penggunaan teknologi informasi perlu ditingkatkan, serta sumber daya insan keuangan syariah yang belum optimal,” beber Mirza menambahkan.
Menurut Mirza, Indonesia selaku negara dengan dominan penduduk muslim paling besar di dunia yang meraih 237,56 juta jiwa atau 86,7% dari total penduduk Indonesia, memiliki potensi untuk menjadi teladan keunggulan dalam keuangan syariah.
“Kami menyadari bahwa potensi besar ini masih mesti dimanfaatkan secara optimal,” ucapnya.
Baca juga: Ma’ruf Amin Minta Pengusaha Hijrah ke Produk Keuangan Syariah |
Dalam upaya mengembangkan pertumbuhan keuangan syariah dan konvensional , OJK selaku regulator jasa keuangan mengaku akan mengerjakan serangkaian langkah strategis selaku berikut:
1. Mengoptimalkan kinerja pembiayaan syariah lewat penguatan dan konsolidasi permodalan, serta membina sinergi dan mendorong industri yang kompetitif dan dinamis.
2. Memperkuat keuangan syariah dengan menerapkan kebijakan Kerangka Tata Kelola Syariah pada industri dan membentuk Komite Pengembangan Keuangan Syariah.
3. Meningkatkan kiprah jasa keuangan syariah dalam aktivitas keberlanjutan, serta optimalisasi dana sosial syariah selaku sumber pembiayaan sektor UMKM.